Chen dan Pahitnya Kehidupan
Di Negara Tirai Bambu, di antara emas yang berkilau masih terselip
intan yang belum terasah. Tepat ditempat yang penuh keheningan alam. Intan
terbawa ke tempat untuk memecahkan masalahnya. Untuk mencari kilauannya yang
hilang. Intan itu adalah Chen yng tiada henti mencari cerahnya masa depan yang
lebih baik. Niat dari nurani bagai baja yang kuat walau di terpa apapun.
Jaman dahulu, hiduplah keluarga yang serba kekurangan. Bersahabat
dengan kemiskinan yang selalu menemani sepanjang hidup. Keluarga yang dulunya
utuh kini mulai rapuh semenjak ditinggal ibunya dan ayahnya yang sakit-sakitan.
“Yah, dimana ibu saat ini ? kenapa sampai saat ini aku masih belum melihat
wajah ibu ?” ujar Chen dangan mata berkaca-kaca. Dengan suara lembut ayahnya
menyampaikan “Bersabarlah, Nak. Ibumu pasti akan kembali menemuimu” sambil
mengusap air mata Chen yang menetes. Tanpa membuang waktu Chen berpamitan dan
bergegas bekerja untuk mendapat uang.
Chen, anak yang tak kenal kata menyerah dan terus berusaha mencari
jalan keluar dari berbagai masalah yang bertubi-tubi menerpanya. Dengan tubuh
kecilnya dan bajuya yang tak layak ia pakai terus berjuang mencari ilmu yang
bermanfaat untuk masa depan keluarganya. Tidak sampai disitu, Siang malam dia
bekerja demi sepiring nasi yang bisa dimakan dangan ayah setiap harinya.
Suatu ketika Ayah Chen sedang kambuh penyakitnya
hingga harus dibawa ke puskesmas terdekat dengan cekatan Chen menuntun ayahnya
ke puskesmas yang jaraknya 10km dari rumahnya. “Sebentar lagi sampai, Ayah”
ujar Chen. Sesampainya di puskesmas Ayah Chen diperiksa dan tak diketahui apa
jenis penyakit yang diderita oleh ayahnya. “Tidak usah khawatir, Ayah. Aku akan
menemukan obat untukmu” ujar Chen dengan penuh semangat.
Sambil memegang pundak Chen, “Terima kasih, nak.
Kau memang anak yang baik. Bersekolah dengan baik dan jangan bekerja layaknya
orang dewasa, Nak.”
“Aku akan bersekolah sebaik mungkin tapi aku akan
terus bekerja, Ayah. Melihat kondisi ayah yang terus sakit-sakitan hatiku
tergerak untuk terus bekerja menghidupi keluarga ini. Lebih baik
beristirahatlah ayah biar aku yang mencari uang dan makan.” Ucap Chen sambil
terharu.
Waktu terus berlalu, Pagi – pagi sekali Chen berangkat ke sekolah yang
jaraknya 20Km dari tempat tinggalnya. Sudah lama Chen bersekolah, namun sekolah
tersebut sudah tak layak untuk ditempati lagi, temboknya yang retak dan
lantainya yang masih dari tanah. Tapi ilmu masih bisa dipetik dari sekolah yang
tak layak itu. Ketika temannya sedang asyik bermain, Chen asyik membaca sebuah
buku di perpustakaan. Bukan buku komik atau cerpen yang dia baca tetapi buku
tentang kesehatan. Dia sedang berusaha menemukan penyakit dan mencari obat yang dia janjikan kepada ayahnya. Lalu ada
guru yang menghampirinya, “Sedang apa kamu disini, Nak.?”
“Membaca sebuah buku, Bu” Ujar Chen yang fokus membaca.
Sambil menggaruk kepala, “Buku apa yang kau baca.? Kenapa kamu tidak
keluar dan bermain dengan anak – anak yang lain.?”
“Ini buku tentang pengobatan dan penyakit, Bu. Saya tidak bermain dan
memilih membaca buku di perpustakaan ini karena saya ingin menyembuhkan
penyakit Ayah saya yang telah diderita selama beberapa tahun.” Ia bicara dengan
optimisnya.
Guru itupun pergi dan membicarakan hal tersebut ke beberapa guru,
staff dan kepala sekolah. Tetapi Chen tidak peduli dengan omongan guru
tersebut, dia tetap membaca untuk kesembuhan seorang ayahnya yang
membesarkannya sampai saat ini. Tanpa disadari Chen, pembicaraan dengan gurunya
diperpustakaan itu sudah sampai ke telinga beberapa warga sekitar hingga pada
akhirnya cerita tersebut sampai ke telinga produser talkshow yang terkenal
seantero negara. Beberapa hari kemudian Chen mendapat undangan untuk menjadi
bintang tamu acara talkshow tersebut, awalnya Chen menolak karena Ayahnya yang
sedang sakit-sakitan. Namun, setelah kesekian kalinya di bujuk oleh tim acara
talkshow tersebut, Chen dengan berat hati akhirnya memutuskan untuk menghadiri
acara tersebut dengan ayahnya.
Acarapun dimulai, Chen terlihat kaku dan gugup karena pertama kali
masuk acara televisi dan dilihat oleh orang banyak. Perlahan tapi pasti Chen
mulai menikmatinya satu per satu pertanyaan dari presenter dia jawab. Ketika
memasuki acara terakhir, para penonton diberi kesempatan untuk bertanya
langsung kepada Chen. Satu per satu penonton mulai bertanya.
“Hai Chen, Aku mau memberi bantuan kepada keluargamu, apa kamu
bersedia Chen.?” Tanya seorang pengusaha sukses dengan suara yang tegas.
“Maaf, Saya hormati tawaran anda tapi saya tidak menerimanya”, Ia
menjawab dengan santun.
“Bagaimana kalau aku akan membiayai seluruh pengobatan ayahmu hingga
sembuh.?”
“Sekali lagi saya minta maaf, saya menolak tawaran anda.”
“Apa kamu yakin menolak tawaran yang akan mengubah nasib keluargamu
tersebut.?”
“Ya, Aku sangat yakin.”, Sambil mengepalkan tangannya.
“Lalu, apa yang kau inginkan.?”, ia dipenuhi keheranan.
“Hanya satu yang kuinginkan, yaitu bertemu dengan ibuku.”
Para donatur yang ingin membantu Chen terdiam sejenak lalu duduk
kembali dan tertunduk lesu. Entah apa yang dipikirkan oleh para donatur tersebut.
“Adakah yang membantu menemukan ibu saya.?”, Ia melantangkan suaranya
dan menantang para donatur yang ingin membantu Chen.
Namun tidak ada satupun donatur yang menggapi pertanyaan Chen, mereka
hanya bisa tertunduk lesu yang dibayangi ke pesimisan akan harapan Chen.
.............
0 komentar:
Posting Komentar